“Ah Jadi Semacam Pertemuan Kembali
(Rendezvous) Tersendiri Rasanya ! ”
Penulis
Mencari Kuliner di Kota Madiun dewasa ini, tidaklah
sulit. Kamu akan menemukan berbagai macam Kuliner yang tersebar di berbagai
penjuru Kota. Bukan hanya Pecel, Bluder, dan Brem, yang seakan menjadi
Otentiknya Kuliner Madiun, namun Kuliner, yang mewakili Cita Rasa Selera
Nusantara, hingga Cita Rasa Oriental, dan Western Food juga cukup muda ditemui.
Hal
ini tentunya berbading lurus dengan Kota ini, yang semakin hari semakin menjadi
Kota Destinasi Wisata, yang memang diharapkan dapat mendunia. Sesuai Visi &
Misinya “Madiun Semakin Mendunia” ! Dengan Tingkat Kedatangan Para Wisatawan (Pelancong),
yang menginap di Berbagai Hotel di Kota Ini, harapannya dapat membelanjakan
uangnya, bahkan sekedar incip Kuliner Terbaik di Kota Ini.
Itulah
juga yang membuat Kota Madiun semakin didatangi oleh Berbagai Macam Latar
Belakang (Background) Penduduk yang ingin menetap di Kota, yang katanya cukup
“Slow Living” mulai dari Living Cost, yang murah, hingga mobilitas yang dekat
ke mana - mana, namun tetap sedikit macet, he .. he .. he .. Dampaknya : Properti
di Sekitar Kota Madiun cukup diminati, walaupun harga tanahnya,
dapat dikatakan cukup mahal.
Dari Berbagai Macam Latar Belakang (Background) Penduduk, yang berasal dari Berbagai Penjuru Nusantara, dan menetap di Kota Ini, ternyata juga mewakili Keanekaragaman Kuliner, yang ada di Kota Ini …
“Seakan Menjadi Perpaduan Kuliner Tersendiri
Bagi Masyarakatnya,
yang semakin Hari semakin Majemuk !”
Penulis
Suasananya cukup bersih, dan nyaman !
Belakangan ini, Kita mungkin dikejutkan dengan Kehadiran Warteg Bahari, yang hadir di Berbagai Tempat di Kota Madiun. Setelah Rumah Makan Padang Serba Rp. 10.000,- , Keberadaan Warung Tegal, yang terkenal dengan Olahan Nasi Campur (Rames) dengan Berbagai Lauk Pauknya, ternyata cukup diminati oleh Masyarakat Madiun maupun Para Pelancong, yang singgah di Kota Ini. Terlebih selain Rasa yang cukup Lezat, Harganya juga bersahabat (ramah kantong). Dan bagi Saya, Penulis, yang dari sejak kecil hingga lulus SMA menetap di Jakarta, di mana kehadiran Warung Tegal banyak tersebar di berbagai penjuru, seakan menjadi "Pertemuan Kembali (Rendezvous) Tersendiri rasanya !" Terlebih, Suasana (Atmosphere) Tempatnya, kini lebih baik, bersih, dan nyaman.
Sebelum Fenomena Warteg Bahari Kota Madiun merebak,
Rumah Makan Serba Rp.10.000, telah ada terlebih dahulu !
Namun yang menjadi pertanyaan seberapa bertahankan kehadiran Warung Tegal ini di tengah gempuran aneka kuliner di Kota Madiun ? Apakah dapat mengikuti Jejak Pendahulunya, seperti Rumah Makan Padang Serba Rp. 10.000, - an , yang cukup diminati hingga saat ini ? Semoga Kehadiran Rumah Makan ini dapat menjadi Alternatif Kuliner Lain tanpa menghilangkan Kuliner Otentik Khas Madiun, yaitu Pecel, Brem & Bluder, dan bukan sekedar Fenomena sesaat, seperti kehadiran Sei’ Sapi, maupun Kuliner Lainnya, yang dahulu banyak terdapat di Kota Madiun dengan segment yang sama.
Pagi benar sebelum beraktivitas
kala itu, Kami menyempatkan untuk menikmati sarapan di Salah Satu Warung Tegal (Warteg) Bahari,
yang lokasinya berada di Jalan Kolonel Marhadi No
33 Kota Madiun.
Ya
!
Ada
perasaan menggelitik dari Saya Pribadi, Penulis tentang
Penampakan Warung Makan ini yang berada di Beberapa Titik. Mulai dari
Keberadaannya di Jalan Yos Sudarso, tepat di depan PT. INKA (Persero) hingga
berada di Jalan Panglima Sudirman di Sekitar Kantor Cabang Utama BCA, dan Resto
Cepat Saji McDonald’s (MC D) Kota Madiun. Kami pikir cukup banyak bermunculan, dan bersamaan seperti Sebuah Fenomena kiranya !
Ketika
Salah Satu Usaha Kuliner buka, dan cukup diminati lalu banyak yang membuka
dengan model serupa sepertinya menjadi Salah Satu Ciri Pola Bisnis Kuliner yang
ada di Kota Ini. Sebut saja Konsep Ice Cream Murah Made In China “Mixue”
yang membuka cabang cukup banyak kala itu, dalam beberapa radius sudah ditemukan Kedai Ice Cream ini, namun pada
akhirnya ada yang tutup hingga Fenomena Warung Makan Padang
yang menawarkan Harga Serba Rp. 10.000,- pada Menu
Makanannya, tak berpengaruh dengan naiknya Kebutuhan Bahan Pokok, dan
hingga kini cukup banyak diminati.
Inilah
yang mungkin dibaca oleh Para Pebisnis Kuliner, yang ada di Kota Ini. Apa
yang belum ada, ramah di kantong, namun teteap punya Rasa, yang lezat, pastinya antusias untuk membuka usaha dangan model serupa. Terlebih
jika Kami amati Suasana (Atmosphere) saat mendatangi Warung Tegal
ini, cukup dibilang bersih, tak seperti pengalaman Saya, Penulis ketika masih
berada di Jakarta, di mana Konsep Warung Tegal memang Warung
Pinggiran dengan bentuknya sebagai Warung Kecil, yang terkadang
dekat dengan Pinggir Jalan, Kali, dan Hiruk Pikuk Suasana Ibu Kota Jakarta, yang penuh dengan
polusi, dan bisingnya bunyi klakson kendaraan akibat terjebak macet, he .. he
.. he … Namun Warung Tegal saat ini cukup bertransformasi, bahkan disediakan
Tempat Cuci Tangan (Wastafel), dan Harga yang ramah kantong di zamannya.
Inipula, yang membuat Rasa Penasaran Saya ingin mengulang
kembali menikmati Sajian Kuliner, yang cukup dikenal Lezat, dan
Ramah Kantong. Sama seperti saat Saya berada di Jakarta untuk bertaruh waktu
dengan kehidupan .. sebab “Waktu
adalah Uang !”
“Ah Jadi Semacam Pertemuan Kembali
(Rendezvous) Tersendiri Rasanya ! ”
Dalam Sejarahnya Warung Tegal (Warteg) berasal dari Kabupaten Tegal, tepatnya di Pusat Kota Slawi yang menyediakan Menu Makanan dan Minuman dengan harga terjangkau. Usaha Gastronomi ini cenderung menjadi istilah umum untuk warung makan kelas menengah ke bawah di pinggir jalan, baik yang berada di Kabupaten Tegal maupun berada di tempat lain, baik yang dikelola oleh orang asal Tegal maupun orang dari daerah lain.
Warung
Tegal (Warteg) pada awalnya banyak dikelola oleh masyarakat dari dua desa di Kabupaten Tegal. Mereka
mengelola warung tegal secara bergiliran (antar keluarga dalam satu ikatan
famili) setiap 3 sampai dengan 4 bulan. Yang tidak mendapat giliran mengelola
warung biasanya bertani di kampung halamannya.
Pengelola warung tegal di Jakarta yang asli Orang Tegal biasanya tergabung dalam Koperasi Warung Tegal, yang populer dengan akronim Kowarteg.
Karena
adanya ekslusivitas, Istilah Warung Tegal (Warteg) tidak
digunakan di Kabupaten dan Kota Tegal yang merujuk pada warung saja, sedangkan
istilah tersebut hanya digunakan di luar wilayah tersebut. Konsepnya mungkin
hampir sama dengan Rumah Makan Padang, yang mana di Daerah Padang
dan sekitar Sumatera Barat, tidak ada embel - embel “Padang” pada
Kata Belakangnya hanya berupa Rumah Makan biasa, yang menyajikan Hidangan Masakan
Khas Minang.
Hidangan
- hidangan di Warteg pada umumnya bersifat sederhana dan tidak memerlukan
peralatan dapur yang sangat lengkap. Nasi Campur (Rames) dengan
berbagai macam Aneka Lauk dan Sayurnya hampir selalu dapat ditemui, demikian
pula makanan ringan (camilan) seperti pisang goreng, minuman seperti kopi, teh
dan minuman ringan hampir pasti didapati. Beberapa Warung Tegal khusus
menghidangkan beberapa jenis makanan, seperti Sate Tegal, gulai, hingga Soto
Betawi, yang mana Kultur Warung Makan ini dengan Kota Jakarta
juga telah lama mengikat sebagai Akulturasi Tersendiri dari Banyaknya Orang
Asal Tegal, yang merantau ke Ibukota Jakarta, dan minuman Khas Tegal, Teh Poci sebagai Pelengkap, dan Penambah Kelezatan.
Warteg jumlahnya ada lebih dari 34.000 warung di wilayah Jabodetabekpunjur. Bahkan
menurut Asmawi selaku Penasihat Asosiasi Koperasi Warteg, menjelaskan
bahwa warteg kini juga hadir di luar negeri. Di Tegal banyak terdapat rumah
megah seperti istana milik Pengusaha Warteg. Rumah - rumah mewah tersebut
biasanya berada di Wilayah Desa Sidapurna dan Sidakaton di Kecamatan
Dukuhturi, Kabupaten Tegal. Dari situlah, kedua desa tersebut
kemudian dijuluki sebagai Kampung Warteg.
Dalam
Perkembangannya kini, Konsep, dan Penyajian Makanan ala Warung Tegal banyak dibentuk
menjadi Sistem Usaha Waralaba (Franchise), yang lebih modern.
Biasanya Warung Tegal yang tergabung dalam Sistem Franchise ini buka 24
Jam dengan Sajian Makanan, yang selalu siap dihidangkan. Nama Warteg
Kharisma Bahari sebagai Pendahulu (Pioneer) dengan
Beberapa Nama Warteg Bahari Lainnya, seperti Warteg New Orens Bahari,
dan Permata Bahari turut meramaikan Pangsa Pasar Perwartegan
di Indonesia, bahkan konon kabarnya hingga ke Luar Negeri. Sedangkan di
Kota Madiun sendiri, Warteg New Orens Bahari menjadi Pemain Utama
dalam melengkapi Bisnis Perkulineran di Kota Ini.
Namun, lagi - lagi Ada yang menggelitik Rasa Penasaran Saya. Mengapa Nama Usaha Warteg Waralaba (Franchise) ini selalu diikuti dengan Kata “Bahari” di belakangnya ? Apakah ini berhubungan dengan Tegal sebagai Kota Bahari ?
Yang
menyasar Kelas Menengah - Bawah
Warung Tegal memang identik dengan Warung
Pinggiran yang menyasar Kelas Menengah Bawah. Harga Menu Makanan yang ada di
tempat ini, pastinya terjangkau (ramah kantong). Maka tidak heran, beberapa kali
ketika Kami makan di Tempat Ini, Kami lebih banyak
menemukan Driver Gojek, Pak Becak, Kang Parkir, Mahasiswa, Karyawan dengan Upah Minimum atau paling
tidak Orang, yang ingin berhemat untuk makan di akhir bulan seperti Kami waktu
itu, he … he … he …
Konsepnya mungkin hampir sama dengan Rumah Makan Padang, yang menjual Menu Makanannya Serba Rp. 10.000,- an. Di Beberapa Warung Tegal, yang biasa jadi langganan Kami untuk makan hemat, ya 11/12 dengan Rumah Makan Padang Serba Rp. 10.000,- an. Kami biasa makan Nasi yang porsinya cukup banyak + Sambal Goreng Kentang + Terong Cabai Merah + Ayam Goreng + Tahu + Tempe ditambah Es Teh Manis dengan Harga Rp. 15.000,- , cukup murah bukan ?
Andai saja Program Makan Gratis bagi Sekolah, ada yang disediakan oleh Warung Tegal, pasti lebih terjamin, dan mengenyangkan, he ... he ... he ... !
Terlebih
Biaya Hidup (Living Cost) di Kota Madiun, yang cukup
dibilang “Slow Living” ini, memang nggak mahal” amat … Kamu bisa makan
Nasi Pecel, yang terkenal otentik, dan buat Kamu susah Moven On itu
dengan Telor Ceplok sebagai lauknya, hanya cukup bayar Rp. 6.000,- - 8.000,- an.
Walaupun demikian, itu tergantung di Tempat apa Kamu ingin menikmati Kuliner.
Sebab di Kota Madiun sendiri banyak juga terdapat Resto” maupun Tempat Kuliner,
yang menyasar segment “Kelas Atas” dengan Hidangan Lezat, Suasana
(Atmosphere) Kece, serta tentunya Harga, yang relatif mahal.
Terlebih
biaya hidup yang berkaitan dengan Gaya Hidup (Life Style), dan
Perilaku Keseharian (Habitual) Orang Madiun yang gemar kongkow di Warung
Angkringan, hingga Nongkrong Asyik di Banyak Kafe Happening Kota
Ini, turut mempengaruhi Biaya Hidup, yang semakin membengkak. Itulah mengapa,
meski UMK Kota Madiun terbilang kecil sekitar 2.4 Juta Per Bulan, namun Biaya
Hidup yang diakibatkan dari adanya Gaya Hidup (Life Style), Kota Madiun cukup
dibilang tinggi, bahkan tertinggi ke Tiga di Jawa Timur setelah Kota
Surabaya, dan Malang dengan rata” pengeluaran sekitar 7 Juta
Sebulan.
Jadi Keberadaan Warung Tegal ini, bisa banget untuk menghemat pengeluaran. Terutama ketika akhir bulan, di saat Kamu lagi bokek” nya akibat Gaya Hidup berlebih, Kamu dapat mensiasati untuk sementara waktu makan di Tempat Ini. Namanya juga #Lyfe, he .. he .. he .. !
2. Menjadi Alternatif
Pilihan Aneka Makanan,
Dan Mewakili
Latar Belakang Penduduk
Selain menjadi Alternatif Makan
Hemat, yang ramah kantong, Keberadaan Warteg Bahari di
Beberapa Tempat di Kota Madiun juga dapat menjadi Tempat Alternatif saat Kamu
lagi bosan makan Pecel, yang terkenal otentik itu. Walaupun Kami yakin Pecel
akan selalu menjadi Kuliner Otentik, yang nggak akan pernah ada matinya sebagai
Makanan Keseharian Orang Madiun. Sesuai pula dengan Trademark Madiun sendiri
sebagai “Kota Pecel” !
Menurut Data Badan Pusat Statistik (BPS) : Populasi Penduduk di Kota Madiun terus bertambah dalam kurun Waktu 5 Tahun terakhir. Mulai dari 177 ribu di Tahun 2019 menjadi 201 ribu jiwa di Tahun 2024.
Hal
ini juga ditandai dengan Permintaan Properti yang semakin meningkat di Wilayah
Madiun Raya. Penataan Tata Ruang, Fasilitas, dan Pelayanan Kota Madiun yang
semakin baik dengan Mobilitas, dan Biaya Hidup (Living Cost), yang masih dapat
dikatakan “Slow Living”, membuat Orang dari Luar Kota Madiun tertarik
untuk menetap, bekerja, dan membuka usaha di Kota Ini. Bahkan terkadang Para
Perantau yang berasal dari Jakarta maupun Kota Besar Lainnya, akhirnya pulang
ke kampung halaman, dan membuka usaha di Kota Madiun. Mungkin Istilahnya
“mbangun Kota Sendiri” .
Dari
sekian Ratus Ribu Orang tadi, pastinya, ada juga, yang berasal dari
Latar Belakang (Background) Daerah yang berbeda. Dan tentunya Mereka adakalanya
merindukan Kuliner yang mewakili Daerah Asal Mereka tinggal dahulu atau
saat di Perantauan.
Seperti
Saya, Penulis terkadang rindu dengan Menu Makanan yang disajikan
di Warung Tegal saat berada di Ibukota Jakarta. Meski terkesan sebagai
Makanan Pinggiran Jalan, namun tidak dapat dipungkiri Kelezatan Menu Makanan
ini cukup dapat dikatakan paripurna, dan tentunya dengan Harga murah, dan ramah
di kantong.
Hal
ini dapat menjadi Alternatif Pilihan Aneka Makanan, mewakili Penduduk,
yang semakin beragam di Kota Madiun. Tidak hanya Pecel, namun saat
Kamu lagi bosan dapat mencoba Menu Makanan yang Kamu rindukan saat berada di
Daerah Asal atau Perantauan, Salah Satuya makan di Warung Tegal (Warteg).
“Ah Jadi Semacam Pertemuan Kembali (Rendezvous) Tersendiri Rasanya !”
3. Warung Tegal dengan
Sistem Waralaba (Franchise)
Keberadaan Warung Tegal (Warteg) dengan Sistem
Waralaba (Franchise) saat ini dapat dikatakan menjadi Primadona bagi
Para Pelaku Bisnis Kuliner. Selain tidak membutukan Modal yang cukup besar,
sekitar 180 - 250 Juta (Estimasi Tergantung Jenis Tingkatan, dan Nama
Franchisenya - belum termasuk biaya sewa toko/ lokasi), Bisnis Kuliner
ini diprediksi dapat bertahan lama - berkelanjutan (Sustainable). Hal
ini sesuai dengan Keberadaan Warung Tegal sendiri, yang telah cukup lama
dikenal oleh Masyarakat Luas sebagai Warung Pinggiran Kelas Menengah Bawah
dengan Rasa Lezat, dan Harga Terjangkau (Ramah Kantong). Jadi istilahnya sudah
Kuat (Settle) dengan Nama “Warteg” yang melekatnya, tidak
mengikuti alur Kekinian, dan sekedar Hype Semata ! Terlebih Menu,
yang dijual adalah Menu Makanan Keseharian. Selama Orang masih
ingin makan hemat, tanpa perlu repot untuk masak, dan menginginkan harga
terjangkau, keberadaan Warteg Bahari ini bisa jadi Alternatif,
selain makan Pecel, yang terkenal otentik di Kota Madiun.
Tak
seperti Rumah Makan Padang Serba Rp. 10.000,- an, yang
juga menawarkan Menu Makan Padang Murah, walaupun terkenal dengan Bumbu
yang melimpah ruah, Keberadaan Warung Tegal dewasa ini, lebih banyak
yang terorganisir dengan Sistem Waralaba (Franchise). Hal
ini tentunya berbeda dengan Rumah Makan Padang Format Serba Rp. 10.000,-
an yang lebih banyak dikelolah secara perorangan. Bahkan Keberadaan Warung
Tegal dengan menggunakan Sistem Waralaba (Franchise) dan
Nama “Bahari” pada Kata Belakangnya semakin banyak.
Sebut
saja : Warung Tegal (Warteg) Kharisma Bahari sebagai
Pelopor (Pioneer) Warung Tegal dengan Sistem Franchise
(Waralaba), lalu ada Warteg New Orens Bahari, Warteg
Permata Bahari, Warteg Subsidi Bahari, hingga Warteg Pesona Bahari, yang juga
mengikuti Sistem Waralaba (Franchise). Di Kota Madiun sendiri, sepertinya Warteng
New Orens Bahari menjadi Pemain Tunggal, dan Utama yang tersebar di
Beberapa Tempat Kota ini.
Kesuksesan Warteg Kharisma Bahari, yang telah berdiri sejak tahun 1996, dan membuka
lebih dari 1.200 Cabang di Indonesia, bahkan konon
kabarnya ada yang di Luar Negeri, dan diprediksi menjadi “The Next
Mixue” karena dalam jarak (radius) beberapa kilometer, tak sulit menemukan
Warung Makan ini di Daerah Jabodetabek, ternyata juga diikuti dengan
Keberadaan Warteg lainnya, yang menggunakan Pola serupa dengan Sistem Waralaba
(Franchise), dan sebuah Nama “Bahari” pada Kata Belakangnya.
Bahari yang identik, dan merujuk kepada Tegal sebagai “Kota Bahari” !
Namun ada yang menggelitik Rasa Penasaran Saya di sepanjang pengamatan. Walaupun Warung Tegal (Warteg) ini menggunakan Sistem Waralaba (Franchise), namun dalam mempekerjakan (menghire) Karyawannya, pada umumnya berasal dari Anggota Keluarga Sendiri dari Daerah Pantura dengan Logat Khas Tegal, Banyumasan, hingga Cirebonan.
Mungkin hal ini menjadi kilas balik (Flash Back) tentang
asal usul Keberadaan Warung Tegal, yang mana berasal dari masyarakat
dari Dua Desa yaitu : “Desa Sidapurna dan Sidakaton” di Kecamatan
Dukuhturi, Kabupaten Tegal. Di mana Mereka mengelola warung tegal
secara bergiliran (antar keluarga dalam satu ikatan famili) setiap 3 sampai
dengan 4 bulan. Yang tidak mendapat giliran mengelola warung biasanya bertani
di kampung halamannya. Dan mungkinkah hal ini juga masih diikuti dengan Keberadaan
Warung Tegal dengan Sistem Waralaba (Franchsie) dalam
memperkerjakan (menghire) Karyawannya, yang berasal dari Anggota
Keluarga ? Wallahu a'lam bissawab "hanya Allah SWT yang lebih
mengetahui !".
Selain Nama Warteg Bahari, yang telah kuat (settle), dan dikenal luas sebagai Merk (Brand), Sistem Franchise juga menjamin keteraturan karena memang telah tersistem. Semisal saja harus memenuhi Standar Operasional Prosedur (SOP) tentang Kebersihan (Higienitas) baik Kebersihan pada Menu Makanannya, hingga Suasana (Atmosphere) Tempatnya, yang juga disediakan Tempat Cuci Tangan (Wastafel).
Kelebihan
lainnya, Warung Tegal dengan Sistem Waralaba (Franchise) ini juga buka 24 Jam,
selain itu di Beberapa Warung Tegal Bahari ada yang memberikan Minuman Gratis
bagi Para Driver Ojol sebagai Bentuk Tanggung Jawab Sosial Perusahaan atau Corporate
Social Responsibility (CSR). 11/12 dengan Warung
Madura, yang membuka usaha Toko Klontong. Jadi bagi Para Pekerja, yang
kebagian jam Shift Malam seperti Para Pak Satpam atau Pelayan Toko saat ingin
mencari Kuliner Lainnya selain Pecel, yang terkenal otentik itu, dan tentunya
dengan Harga Murah, Keberadaan Warung Tegal (Warteg) Bahari ini
bisa jadi Alternatifnya.
Inilah sedikit Wawasan (Insight) tentang Keberadaan Warteg Bahari, khususnya Warteg New Orens Bahari yang semakin hari semakin banyak di Kota Madiun. Berdasarkan Hasil Pengamatan, Warung Tegal (Warteg) dengan Sisem Waralaba (Franchise) ini juga cukup diminati oleh Para Pecinta Kuliner maupun Warga Masyarakat Kota. Warteg yang menawarkan Harga Murah, Rasa Lezat, dan buka 24 Jam. Semoga Keberadaan Warteg ini bukan hanya sebuah Fenomena semata yang datang bersamaan, lalu hilang begitu saja. Terlebih Pecel sebagai Kuliner Otentiknya Orang Madiun akan tetap tak lekang di makan oleh waktu …
Besar Harapan Kami : Keberadaan Warteg Bahari ini dapat menjadi Alternatif Pelengkap Makan Murah, dan Lezat, tanpa melupakan Pecel sebagai Kuliner Otentik nya Orang Madiun.
Sehingga tak ada lagi tanya,
Fenomena
Warteg Bahari Kota Madiun,
Akankah bertahan ?
Source :
*https://databoks.katadata.co.id/demografi/statistik/5d903972db1d713/data-2024-jumlah-penduduk-kota-madiun-201-85-ribu-jiwa
*https://radarmadiun.jawapos.com/madiun/805600132/biaya-hidup-di-madiun-capai-rp-7-juta-jauh-melebihi-umk
*https://id.wikipedia.org/wiki/Warung_tegal
*https://wartegkharismabaharigroup.com/
ARTIKEL
++Lihat Lebih Lengkap>>Kembali : ARTIKEL